Minggu, 22 Januari 2012

Hukum istri pergi meninggalkan rumah dan melawan suami dalam Islam

Jika isterimu adalah seorang wanita Islam, muslimah yang taat kepada Allah dan Rasulnya serta takut akan adzab Allah, Saya yakin Isterimu pasti akan sangat mengerti dan paham dengan uraian saya dibawah:

Suami tidak perhatian, selingkuh, sakit hati dengan perkataan atau perbuatan suami, penghasilan kurang, suasana rumah tidak menyenangkan biasanya dijadikan alasan untuk melegalkan atau membenarkan tindakan seorang istri meninggalkan suaminya dengan pergi menginap ke tempat lain (teman, saudara, kantor, ortu dll) dengan harapan dapat menyelesaikan masalah atau hanya memberi pelajaran kepada suami agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Tidakan isteri meninggalkan suami ini sering dianggap ringan atau sepele oleh sebagian wanita yang tidak mengerti hukum islam tapi jika tindakan ini dilakukan terhadap seorang pria muslim yang paham hukum agama akan sangat fatal dan berat akibatnya karena agama Islam melarang dengan keras hal tersebut.

Isteri meninggalkan rumah tidak akan menyelesaikan masalah justru akan memperberat masalah, suami akan mempunyai kesan istri lari dari tanggung jawab kewajiban sebagai isteri, membuat suami menjadi sakit hati sehingga menjadi ringan untuk menceraikannya serta menambah fitnah bagi diri sendiri dan suaminya. Apalagi jika isteri pergi meninggalkan rumah karena dimarahi suami yang menasehatinya sungguh sangat berdosa karena perbuatan isteri ini akan di laknat oleh Allah dan malaikatpun memarahinya (lihat Hadist Riwayat Abu Dawud dibawah) .

Setan selalu berusaha untuk membujuk dan mengajak manusia untuk berbuat sesuatu yang tidak diridhoi Allah dan rasulnya. Setan bernama Dasim tugasnya membujuk seorang isteri agar tidak taat kepada suami dan mempengaruhi seorang isteri agar pergi meninggalkan rumah dengan berbagai alasan untuk membenarkan perbuatan diatas meskipun sudah jelas bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh Quran dan Hadist. Alasan sakit hati karena perbuatan / perkataan suami, yang kadang dijadikan alasan isteri untuk membenarkan tindakan meninggalkan rumah dan suami. Seringkali ada Pihak ketiga (PIL) yang kadang menjadikan seorang isteri semangat meninggalkan suami meskipun tidak semuanya demikian.

Pada Intinya seorang isteri tidak boleh meninggalkan rumah tanpa izin suaminya, jadi meskipun dinasehati dan kurang diperhatikan suami saat isteri dalam keadaan sakit bukan berarti bisa melanggar aturan Allah . Orang sakit kurang makan bukan berarti dia boleh mencuri makanan karena mencuri adalah dosa apapun alasannya. Begitu juga sakit yang diberikan oleh Allah kepada seorang isteri sebagai pemberi peringatan dari Allah bukan berarti seorang istri boleh menyakiti hati suami dengan pergi meninggalkan rumah dan meninggalkan suaminya.

Istri yang pergi dari rumah, meninggalkan suami menginap di tempat lain dan meninggalkan suaminya dalam keadaan marah sedangkan suami tidak ridho apapun alasannya, bagi wanita yang mengerti hukuman Allah sangat berat pasti akan sangat menyesal dan tidak akan pernah berani satu kalipun melakukannya karena jika seorang Isteri pergi meninggalkan rumah dan suaminya artinya :

1. Isteri tersebut bukan seorang wanita yang baik .

Isteri meninggalkan suami atau pergi tanpa izin suami bukanlah termasuk golongan wanita yang baik karena isteri yang baik akan menghormati pemimpinnya (suaminya). Pemimpin rumah tangga dalam Islam adalah suami bukan Isteri karena Suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi dari isterinya. dan yang paling penting adalah suami telah memberi makan maupun tempat tinggal bagi isterinya jadi sudah sewajarnya jika isteri berkewajiban untuk taat pada suaminya selama suami menyuruh dalam kebaikan (bukan kemaksiatan) Firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 34 dan Al Baqoroh ayat 228:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa 34)

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “ Surat Al Baqoroh ayat 228


Seorang isteri yang pergi meninggalkan rumah tanpa izin suami dengan alasan apapun dan dalam kepergiannya tidak bermaksiatpun tetap saja termasuk wanita tidak baik (pembangkang) apalagi jika dia pergi dengan berpakaian yang tidak sopan seperti wanita pada jaman Jahiliyah

Dan Surat Al Ahzab ayat 33 yaitu :

Menetaplah di rumah kalian ( para wanita ), dan jangan berdandan sebagaimana dandanan wanita-wanita jahiliyah. Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan patuhilah ( wahai para wanita) Allah dan rasul-Nya.

Sabda Nabi SAW : “Barangsiapa yg taat kepadaku maka ia telah taat kepada ALLAH, dan barangsiapa yg tidak taat kepadaku maka berarti tidak taat kepada ALLAH. Barangsiapa yg taat kepada Pimpinan (Islami) maka berarti ia telah taat kepadaku, dan barangsiapa yg tidak taat kepada pimpinan (islami) maka berarti ia telah tidak taat kepadaku.”HR Bukhari, kitab al-Jihad, bab Yuqatilu min Wara’il Imam, juz-IV, hal.61

Jika seorang suami karena suatu hal (Penghasilan kurang, PHK, Kecelakaan dll) suami menjadi kurang / tidak dapat memberikan kewajibannya terhadap isteri bukan berarti isteri boleh meninggalkan rumah, karena memang tidak ada hukum Islam yang membolehkan seorang Isteri meninggalkan rumah tanpa izin karena faktor tersebut, karena jika suami tidak dapat melakukan kewajibannya maka gugatan cerai pada suami adalah jalan terbaik bukan malah pergi meninggalkan rumah atau suaminya



2. Isteri meninggalkan rumah tanpa izin suami akan dilaknat oleh Allah dan dimarahi oleh para malaikat.

Sabda Rasullulah SAW :

”Hak suami terhadap isterinya adalah isteri tidak menghalangi permintaan suaminya sekalipun semasa berada di atas punggung unta , tidak berpuasa walaupun sehari kecuali dengan izinnya, kecuali puasa wajib. Jika dia tetap berbuat demikian, dia berdosa dan tidak diterima puasanya. Dia tidak boleh memberi, maka pahalanya terhadap suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Dia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika dia berbuat demikian, maka Allah akan melaknatnya dan para malaikat memarahinya kembali , sekalipun suaminya itu adalah orang yang alim.” (Hadist riwayat Abu Daud Ath-Thayalisi daripada Abdullah Umar)


3. Isteri meninggalkan suami sama saja dengan menjerumuskan dirinya sendiri ke neraka karena suami berperan apakah isterinya layak masuk surga atau neraka.

Isteri pergi meninggalkan suami artinya dia tidak taat kepada suaminya padahal jika seorang isteri tahu bahwa taat pada suami bisa mengantar dia ke surga pastilah dia akan menyesal melakukan hal itu sesuai dengan hadist Rasullullah SAW :

Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: “Saya datang menemui Rasulullah SAW. Beliau lalu bertanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” Saya menjawab: “Ya”. Rasulullah SAW bertanya kembali: “Apa yang kamu lakukan terhadapnya?” Saya menjawab: “Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya” . Rasulullah SAW bersabda kembali: “Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka” (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).

4. Memusuhi suami sama saja dengan memusuhi Allah.

Seorang isteri yang meninggalkan suami dan memusuhi suaminya padahal suami baik pada isterinya. Sangatlah tidak mungkin masuk surga karena Bagaimana mungkin seorang isteri berharap masuk surga jika Allah memusuhinya. Bahkan jika sampai suami terluka hati / fisiknya maka Allah dan Rasullullah SAW akan memisahkan diri dari isteri tersebut. Hal ini dijelaskan dalam Hadist Rasullullah SAW :
“Tidaklah istri menyakiti suami di dunia kecuali ia bicara pada suami dengan mata yang berbinar, janganlah sakiti dia (suami), agar Allah tidak memusuhimu, jika suamimu terluka maka dia akan segera memisahkanmu kepada Kami (Allah dan Rasul)”. HR. Tirmidzi dari Muadz bin Jabal.

5. Isteri meninggalkan suami tidak ada nafkah baginya dan layak mendapat azab.

Seorang Ulama dan pemikir Islam yang sangat terkenal akan kecerdasannya dan sangat dikagumi oleh para ulama pada waktu itu, penghafal Quran dan Ribuan Hadist, ahli Tafsir dan Fiqh dari Harran, Turki yaitu Ibnu Taimiyah sampai berkata: “Jika isteri keluar rumah suami tanpa seijinnya maka tidak ada hak nafkah dan pakaian”. Tidak dihalalkan bagi isteri untuk keluar dari rumah suaminya kecuali dengan ijinnya (suami),Dan apabila ia keluar dari rumah suaminya tanpa seijinnya maka ia telah berbuat nusyuz (durhaka) bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan ia layak mendapat adzab.”


Ibnu Taimiyah (1263-1328) adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”

6. Taat kepada suami pahalanya seperti Jihad di jalan Allah

Jika seorang isteri taat kepada suaminya serta tidak pergi meninggalkan suami maka pahalanya sama dengan jihad di jalan Allah. Perhatikan hadist berikut: Al- Bazzar dan At Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah datang kepada Rasullullah SAW lalu berkata : “ Aku adalah utusan para wanita kepada engkau untuk menanyakan : Jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum lelaki, Jika menang mereka diberi pahala dan jika terbunuh mereka tetap diberi rezeki oleh Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka , pahala apa yang kami dapatkan? Nabi SAW menjawab :” Sampaikan kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu adalah sama dengan pahala jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukanya.


Jadi akan sangat tidak mungkin bagi seorang isteri yang mengaku mengerti hukum agama Islam tapi pergi meninggalkan tanggung jawab sebagai isteri meninggalkan suaminya dari rumah.

Oleh karena itulah sangatlah penting untuk memilih istri yang mengerti akan hukum agama dan memilih isteri itu bukan karena kecantikan atau hartanya tapi dipilih karena agamanya agar selamat tidak terjerumus kedalam panasnya Api neraka. Sabda Rasullullah SAW :“Wanita itu dinikahi karena: hartanya, kecantikannya, keturunannya dan agamanya. maka pilihlah agamanya agar kamu selamat” Hadist Shahih Bukhari.

“Dunia adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan di dunia adalah isteri yang baik (sholehah) ” Hadist Shahih Muslim.

Lebih mulia seorang wanita memberi nasehat atau berbicara dari hati ke hati dengan suami bukan kepada orang lain jika terjadi ketidakadilan pada dirinya daripada langsung pergi meninggalkan suaminya . Seorang isteri yang benci terhadap suaminya dan memang berniat meninggalkan suami supaya di cerai dan kemudian berharap memperoleh pasangan pengganti atau sudah ada pengganti yang lebih baik menurut dirinya, jelas sekali wanita itu digoda setan agar wanita ini melihat lelaki lain lebih menarik dari suaminya sehingga timbul rasa bosan, cekcok dll dan akhirnya berbuntut pada perceraian.

Allah SWT telah mengingatkan kita agar tidak membenci atau menyukai sesuatu padahal kita tidak tahu rahasia dibalik itu, dalam Al Baqoroh ayat 216 : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”

Saya lanjutkan, Usaha setan bisa dikatakan sukses besar bila berhasil menjadikan wanita itu cerai dan berpredikat janda karena wanita ini akan lebih mudah digoda sebab tidak ada yang menjaganya (suami) . Wanita ini akan merasa bebas tidak ada ikatan, lebih nyaman karena tidak ada yang mengontrol (suami), selanjutnya jika tidak kuat imannya (kebanyakan tidak kuat) akan timbul banyak fitnah dan dosa bagi wanita itu di kemudian hari. Godaan setan akan lebih kuat pada saat janda karena faktor alami kebutuhan batin selain itu akan banyak lelaki yang merayu yang memanfaatkan kondisi janda sehingga menyeret wanita itu dalam lembah dosa yang tiada berkesudahan sampai wanita itu sadar jika suatu saat sakit atau sudah berumur tidak ada yang menemani sampai meninggal. Pada umumnya Wanita yang menjanda karena tergoda pria lain akan lebih mudah tergoda nafsunya apalagi jika dicerai pada umur 40 tahun kebawah.

Pernikahan adalah hal yang suci melibatkan keluarga, handai taulan dan tetangga jadi tidak sepantasnyalah jika seorang isteri meninggalkan suaminya untuk alasan emosi pribadi dengan meninggalkan perasaan kebahagiaan keluarganya sendiri atau keluarga pasangannya.

Atas kehendak Allah, rezeki yang lebih bisa diberikan pada isteri bukan pada suami, jadi janganlah menjadi tinggi hati jika suatu saat rezki isteri melebihi suami, merasa lebih bermanfaat dari suami, merasa bisa hidup sendiri dan dapat mengatasi sendiri segala hal, tidak mau diatur sehingga tidak patuh kepada suami. Inilah tanda-tanda kehancuran suatu kapal pernikahan karena ada 2 nahkoda yang mengendalikan kapal dengan arah berlawanan. Kapal Pernikahan akan bisa selamat sampai tujuan (surga dunia akhirat) jika hanya punya satu arah yang disepakati dan diusahakan bersama. Bagaimanapun juga tujuan hidup akan lebih mudah dicapai jika ada keharmonisan sejati yang hanya dapatdicapai dalam suatu keluarga yang lengkap ada suami. Harta yang dibanggakan dan dikumpulkan bisa hilang dalam sekejab (kebakaran, tsunami dll) tapi mempunyai suami atau isteri yang sholeh adalah harta tidak ternilai yang tidak akan hilang kecuali mati. Oleh karena itulah peran isteri terhadap suami sangat besar dalam mengarungi samudera kehidupan agar tujuan akhir bahagia dunia akhirat dapat segera tercapai sehingga Allah pun akan memberi pahala yang besar untuk isteri yang taat dan patuh kepada suaminya

Banyak Hadist yang menjelaskan pahala seorang Istri yang taat pada suaminya :

”Jika seorang isteri itu telah menunaikan solat lima waktu dan berpuasa pada bulan ramadhan dan menjaga kemaluannya daripada yang haram serta taat kepada suaminya, maka dipersilakanlah masuk ke syurga dari pintu mana sahaja kamu suka.” (Hadist Riwayat Ahmad dan Thabrani)

”Sesungguhnya setiap isteri yang meninggal dunia yang diridhoi oleh suaminya, maka dia akan masuk syurga.” (Hadist riwayat Tirmizi dan Ibnu Majah)

Jika isteri memang tidak taat kepada suaminya, setelah dinasehati secara halus, berpisah ranjang dan dinasihati secara keras tidak berhasil maka renungkanlah :

Surat An Nur ayat 3 yaitu :

“ Orang laki-laki pezina, yang dinikahinya ialah perempuan pezina pula atau perempuan musyrik. Perempuan pezina jodohnya ialah laki-laki pezina pula atau laki-laki musyrik , dan diharamkan yang demikian itu atas orang yang beriman”.

Pikirkanlah kembali apakah wanita ini cocok dijadikan pasangan / isteri bagi pria beriman, dan dapat membawa kebaikan bagi diri sendiri dan keluarga, ikhlaskan saja wanita ini jika ingin berpisah mungkin jodohnya adalah sesuai dengan apa yang di firmankan Allah diatas.

Nasehatilah isterimu dengan sabar dan penuh cinta kasih, minta maaflah kepada isteri jika menyakiti hati isteri, bagaimanapun juga mutiara yang kotor jika digosok tiap hari akan menjadi berkilauan. Hasilnya mutiara ini bisa benar-benar menjadi perhiasan dan surga dunia bagimu.

Ingatlah isterimu bukanlah Siti Khadijah yang baik, taat dan penuh cinta kasih pada suaminya, Istrimu adalah wanita jaman sekarang yang butuh bimbingan untuk menjadi wanita yang solehah.

Semoga Allah SWT membukakan hati dan pikiran isteri teman saya Abi sehingga sadar akan tindakannya Amin…

Rabu, 04 Januari 2012

Larangan Istihza’ (Mengolok-olok Agama Alloh SWT)

Setiap kita pasti mengakui bahwa Menghina adalah perbuatan tercela apapun macam dan bentuknya , serta kepada siapapun di tujukan , minimal itu adalah sebuah kedzoliman kepada sesama hamba dan klimaksnya adalah sebuah kekufuran yang menyebabkan status seseorang berubah dari muslim menjadi kafir bahkan hukumannya adalah dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat dan meminta maaf . Dan kita sebagai seorang muslim dituntut untuk berhati-hati menjaga lisan kita . Islam telah mengajarkan umatnya agar selalu berkata-kata yang baik dan bermanfaat dan melarang berkata kotor dan menyakiti hati orang lain .


Kita mungkin sering menyaksikan , ada sebagian orang melontarkan kata-kata hinaan atau makian yang seolah tak berprikemanusiaan ditujukan kepada teman atau lawan bicaranya , mulai dari spesies binatang piaraan , alat vital , hingga adjective words alias kata sifat yang berhubungan dengan karakter; bahkan hal-hal seperti itu bisa kita dapati di lingkup keluarga , niaga , bisnis , parlemen , pemerintahan , terlebih lagi di wall space virtual semacam Facebook atau di situs-situs diskusi bebas lainnya . Bayangkan , jika yang kebetulan menjadi obyek atau orang yang terkena stigmatisasi itu adalah diri Anda , betapa Anda merasa tak bernilai , setidaknya Anda merasa bahwa harga diri Anda direndahkan , dan tentu anda akan sangat marah terhadap orang yang menghina anda itu . Dan hal ini baru dalam lingkup manusia , lalu bisa kita bayangkan bagaimana murkanya Allah subhanahu wa ta'ala jika syari’atNya , ayat-ayatNya , dan sunnah-sunnah RasulNya diperolok-olok atau dihina seperti itu???

Dan di zaman ini sangat banyak orang yang atas kebodohan dan hawa nafsunya sangat lancang melontarkan kata-kata hinaan kepada Allah subhanahu wa ta'ala atau syari’atNya . Contoh nya seperti orang-orang yang memperolok-olokkan saudaranya yang mengamalkan sunnah berjenggot , dengan mengatakan; hei jenggot , hei kambing , dan sebagainya . atau seperti orang yang memperolok-olokkan wanita yang berhijab atau bercadar seperti dengan mengatakan “eh awas ada ninja” , kuno , tidak modis atau ketinggalan zaman , dan lain sebagainya . Bahkan ada yang sampai berani menghina para shahabat nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , seperti yang dilakukan oleh orang-orang syi’ah yang kafir itu .

perbuatan istihza alias menghina Sya’iat islam ini bukan masalah sepele , ini adalah permasalahan besar yang akan menentukan apakah kita akan menjadi penghuni surga atau kah penghuni neraka yang kekal selama-lamanya . Sebab Para ulama telah sepakat bahwa pelaku istihza’ fiddien alias para penghinya syari’at islam adalah kafir dan keluar dari agama islam serta hukumannya adalah dibunuh tanpa harus dimintai bertaubat . Diantara perkataan para ulama tersebut adalah:
Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab Sharimu al-maslul halaman 315 berkata: ”setiap orang yang menghina nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam dan mengejek beliau baik muslim ataupun kafir maka dia wajib dibunuh dan saya berpendapat dia dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat”
Kemudian Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitab Al-mughni jilid 12 halaman 297 berkata :”Barang siapa yang menghina Allah ta’ala maka dia telah kafir baik dalam keadaan bercanda ataupun bersungguh-sungguh , begitu pula menghina Allah , atau dengan ayat-ayat-Nya , rasul-rasul-Nya , dan kitab-kitab-Nya” .

perkataan para ulama yang mengkafirkan para penghina syari’at islam bukanlah atas dasar hawa nafsu mereka , namun perkataan mereka itu didasari dengan dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Adapun diantara dalil yang paling jelas adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala di Qs At-Taubah ayat 65 sampai 66.

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ {65} لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)

 “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) , tentu mereka akan menjawab:"Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja . Katakanlah; apakah dengan Allah , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok . Tidak usah kamu minta ma'af , karena kamu telah kafir sesudah beriman ."

Ayat yang mulia ini diturunkan berkenaan dengan perkataan orang-orang munafik yang mencela Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya pada perang Tabuk dengan perkataannya yang kufur , mereka berkata: "Kami tidak melihat seperti mereka-mereka para qari yang rakus dan pendusta-pendusta . dan yang paling penakut ketika bertemu dengan musuh maksudnya adalah nabi dan sahabat-sahabatnya , ." Perkataan hinaan itu mereka tujukan kepada Nabi dan para shahabatnya . Kemudian sahabat Nabi yang bernama Auf bin Malik mengetahui kejadian tersebut , lalu dia mengkhabarkan hal itu kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam , dan tiba-tiba mereka orang-orang munafiq tadi datang kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta maaf dan mohon untuk diberi uzur sambil mengatakan: "Kami hanya bercanda dan bersenda gurau dan tidak ada maksud kami untuk mencela dan berolok-olok ." Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyangkal perkataan mereka dan tidak menerima uzur mereka atas dusta mereka tersebut dengan firman-Nya: "Katakanlah apakah dengan Allah , ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok dan tidak ada ma'af bagimu sungguh kamu telah kafir sesudah beriman ."
Kisah ini bisa di lihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar , Muhammad bin Ka’ab dan selainnya .

ketika menjelaskan ayat ini , syaikh Abdul ‘Aziz ‘ali Abdul Latif dalam bukunya yang berjudul Nawaqidul Iman Al-Qouliyah wal Amaliyah mengutip perkataan syaikhul islam Ibnu Taimiyah yang mengatakan: “Ayat ini adalah salah satu nash yang menunjukan bahwa istihza atau menghina Allah , ayat-ayatNya , serta RasulNya adalah bentuk kekufuran . Dan penghinaan yang ditujukan kepada rasul lebih layak lagi untuk menyandang kekufuran . Dan ayat inipun menunjukan bahwa penghinaan apapun terhadap Rasulullah adalah kufur , baik sengaja maupun bercanda .”

Dan kekufuran orang yang melakukan penghinaan inipun menunjukan halal darahnya untuk ditumpahkan , sebagaimana Imam abu Daud dalam Kitab hudud dan Imam Nasa’I dalam kitab Tahriimud Dam mencantumkan atsar riwayat Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ada seorang buta yang membunuh seorang wanita dikarenakan wanita ini terus menghina Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , dan ketika kasus pembunuhan ini disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Saksikanlah Bahwa darah Wanita ini Halal untuk ditumpahkan” .

Dengan ini jelaslah sudah bahwa permasalahan istihza’ adalah perkara besar yang harus kita waspadai . Dan mudah mudahan kita dapat terhindar dari perbuatan seperti ini , mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan , semoga bermanfaat

Minggu, 01 Januari 2012

Jangan pisahkan antara Iman (Tauhid), Khilafah dan Jihad

Setidaknya ada beberapa seruan yang khas terdengar dari dua kelompok tertentu yaitu :
  • Dakwah itu harus tauhid dulu jangan terburu buru menyerukan Khilafah karena khilafah akan terwujud bila tauhid sudah tertanam dengan benar diantara kaum muslimin Tak usah berteriak-berteriak khilafah di jalan.
  • Jihad tidak harus menunggu khilafah. Mengatakan jihad hanya bisa dilakukan apabila ada khilafah maka bisa jadi perkataan ini adalah titipan penjajah asing untuk melemahkan semangat jihad
Semua perkataan diatas tidak bermaksud bahwa mereka menolak atau tidak merindukan Daulah Islam, namun hanya sebatas berbeda dalam masalah prioritas, fikroh ataupun thoriqoh/manhaj dengan kelompok yang dimaksud oleh dua peryataan diatas yaitu Hizbut Tahrir (HT) yang memang terlihat sangat getol dalam menyuarakan khilafah dan mungkin dinilai gatal bila dalam setiap ceramah tidak menyinggung masalah khilafah dalam materi ceramah, khutbah ataupun artikelnya.
Tidak ada yang salah dalam dua kalimat di atas, bahkan kedua statement di atas mengandung makna yang benar dan samar kesalahannya yaitu :
  • bila mereka menisbatkan tuduhan itu kepada HT seakan akan yang mereka katakan itu 100% mencerminkan pikiran/ langkah dakwah HT padahal faktanya tidak demikian
  • pembiasan atau pelebaran masalah yaitu yang harusnya adalah perbedaan thariqah/manhaj kemudian dilebarkan dilebarkan ke masalah ide/fikrah fiqh, tauhid dll
Kesalahan yang tidak bisa dideteksi dari dua ungkapan diatas adalah masalah fikiran/hati yaitu apakah sebenarnya pada si pengucapnya ada peluang dia menolak khilafah dan lebih memilih mempertahankan status quo saat ini yaitu berbagai bentuk negara yang terpecah belah dalam nasionalisme dan diterapkannya undang-undang jahiliyah di tiap-tiap negara tersebut. Wallahu’alam, yang jelas Allah sesungguhnya memuji dan merangkaikan tiga aspek di atas (Iman, Khilafah dan Jihad) dalam ayat-Nya yang mulia :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. al-Baqarah [2]: 218).

Kok tidak ada khilafah di ayat itu ? Sekilas memang demikian, tapi bila dicermati makna hijrah yang hakiki yang dilakukan Nabi SAW adalah berpindahnya dari darul kufur (Makkah) ke Darul Islam (Madinah) maka sesungguh- nya urgensi hijrah pada saat ini adalah merubah atau mengalihkan status negeri Islam saat ini dari Darul Kufur ke Darul Islam. Hal itu dipertegas kemudian oleh Rasulullah SAW setelah beliau menakulkkan Makkah maka beliau bersabda :

لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ فَتْحِ مَكَّةَ

Tidak ada Hijrah sesudah penaklukkan Mekkah

Sebab dengan ditaklukannya Mekkah maka seketika itu Makkah telah berubah (bergabung) menjadi Darul Islam sehingga tertutup peluang lagi untuk hijrah bagi penduduknya.

Dan khilafah adalah represntasi dari hijrah. Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang dibangun diatas pondasi tauhid/ iman untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah. Hijrah bisa dilakukan dengan berpindah ke wilayah yang telah menjadi Daulah Islam atau dengan merubah negeri mereka menjadi Darul Islam sebagaimana umat Islam di Yatsrib merubah wilayah mereka dari sebelumnya berpecah-pecah dalam kabilah menjadi satu entitas Darul Islam yang dipimpin oleh Baginda SAW

Pada masa sekarang maka ketika tiada Daulah Islam maka akan terbuka peluang hijrah ke Daulah Islam sebagaimana kaum Muhajirini atau terbuka peluang juga untuk menjadi kaum penolong yang wilayahnya mereka rubah secara sukarela menjadi Darul Islam (Khilafah) sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Anshar.