Fase terpenting sebelum menikah tentulah bagaimana cara memilih calon pasangan. Ya, belum lama ini publik di hebohkan dengan kasus gagalnya pertunangan Zaskia Gotik dan Vicky Prasetyo. Pasalnya, Vicky alias Hendrianto ini ternyata penipu. Zaskia dan orangtuanya pun kaget bercampur malu. Ternyata, selama ini mereka tidak tahu menahu dengan profil sesungguhnya Vicky. Mereka bertekad akan lebih hati-hati dalam memilih jodoh.
Ya, jodoh memang harus dipilih dengan detail, tidak asal comot. Jangan sampai calon pendamping dan orang tuanya tidak tahu sama sekali asal-usul sang calon. Jangan hanya percaya bualannya, tanpa menelusuri kebenarannya. Ini karena menyangkut kehidupan masa depan yang panjang.
Itu sebabnya, orangtua jawa kuno berpesan pada anak-anaknya ketika akan menentukan pendamping hidup, yakni kudu memperhatikan bibit, bebet dan bobot.
Bobot, meliputi kepribadian calon pasangan, apakah dia cukup dewasa, bertanggung jawab dan dapat di andalkan dalam rumah tangga. Apakah sang calon baik akhlaknya, cerdas, taat menjalankan agama, ganteng atau cantik, mapan atau belum, dll.
Sementara bebet bermakna lingkungan, dari mana calon pasangan berasal. Ya, lingkungan sangat mempengaruhi perangai seseorang. Karena itu, harus ditelusuri, siapa temen-temen bergaulnya, ke mana tempat aktivitas atau istilah gaulnya, tempat nongkrongnya. Dari sini akan bisa dilacak apakah dia orang baik-baik atau tidak. Lalu bibit, meliputi silsilah keturunan calon pasangan. Asal-usul keluarga besarnya seperti apa. Apakah dari lingkungan keluarga baik-baik, terdidik, berbudaya dan beradab baik, agamis, dll.
Panduan ini tampaknya tidak terlalu kuno untuk dijadikan patokan, tentu dengan tetap menyelaraskan dengan syariat islam. Artinya, bukan harga mati. Misalnya terkait keturunan, jika ada kasus seseorang yang shalih tapi yatim-piatu dan tidak diketahui asal-uul keluarganya denan detail, bukankah tidak adil jika menjadi penghalang untuk menjadi penyuntingnya?
Begitu pula bila ada sosok shalih tapi secara ekonomi belum mapan, tidak bisa dikatakan bobotnya kurang bagus, bukan? Sebab orang yang shalih yakin, rezeki akan mengikuti pernikahan itu kelak.
Karena itu, kriteria terpenting dalam memilih pasangan hidup tetap pada pribadi sang calon itu. Keshalehan dan ketaatannya pada Allah Subhanahu wata'aala. Ini adalah syarat utama. Seseorang yang shalih, memahami dan melaksanakan syariat islam dengan benar, insya Allah akan menjadi pribadi dewasa, penuh kasih sayang, dan bertanggung jawab.
Lantas bagaimana sosok yang shalih-shalihah itu?
Pertama, bisa dilihat dari shalatnya sehari-hari, jika ia laki-laki, apakah tepat waktu shalatnya, berjamaah di masjid, tidak terlewat jum'atannya. Ini penting, jika tidak, maka bagaimana seorang suami bisa membina anak dan istrinya dengan baik jika shalat saja ia bermalas-malasan. Shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, demikianlah Allah katakan. Seseorang yang tidak shalat pasti akan mudah bermaksiat yang lebih mngkhawatirkan bisa menjerumuskan keluarganya kedalam syubhat dan kesesatan tapi tidak jika sebaliknya, karena seseorang yang shalat, maka ia sadar betul bahwa dirinya senantiasa di awasi oleh Rabbnya.hal ini juga berlaku bagi wanita, dll.
Kedua, akhlaknya. Apakah dia orang yang baik, dalam artian tidak pernah terlibat maksiat. Apakah dia lemah-lembut, tidak pernah berlaku kasar atau melakukan tindak kekerasan. Termasuk bisa diperhatikan pula dari kebiasaan-kebiasaannya, apakah memiliki adab sopan-santun dan sifat-sifat yang baik. Jika ia wanita, bisa diperhatikan caranya menutup aurat, karena ini salah satu standar apakah dia mampu menjaga izahnya. Catatan penting, bedakan antara menutup aurat dengan membungkus aurat. Banyak yang salah kaprah terkait menutup aurat. Seorang wanita tidak disebut menutup aurat jika pakaian yang d pakai bukanlah ghamis/jilbab (sejenis baju kurung longgar yang terurai dari tempat memakai kalung sampai tempat terpasangnya gelang kaki) juga penutup kepala yang dipakai adalah tidak sampai menutupi hingga dada. Tidak syar'i jika pakaian yang dipakai adalah celana jeans dan atau baju sambungan (baju + rok).
Ketiga, aktivitasnya. Apakah kegiatan-kegiatannya didominasi suasana religius, misalnya aktif mengkaji islam atau bahkan mendakwahkannya. Kemana saja tujuan perginya, lebih banyak ke masjid, majlis ilmu atau lainnya.
Keempat, keluasan ilmu islamnya. Apakah bisa menjadi referensi atau rujukan tentang keagamaan. Bagaimana bacaan qur'annya, fasihkah. Bagaimana pemahamannya tentang fiqih ibadah dan syariat keseharian, dll.
Itulah diantara kriteria calon pasangan yang baik. Semua informasi ini bisa didapatkan dari orangtua, kerabat atau teman dekatnya melalui proses ta'aruf bukan pacaran. Ta'arufnya pun ta'aruf yang disyariatkan islam bukan pacaran yang dibaluti islam. Bukan semata mendengar bualan sang calon itu sendiri.
Oleh Kholda dengan sedikit tambahan